Saat ini upaya untuk mewujudkan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015--yang memungkinkan arus barang, modal
dan jasa antara negara ASEAN tidak ada lagi hambatan--tetap pada jalurnya,
namun memang masih menghadapi permasalahan dalam bidang jasa. "Tidak
melambat," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi disela
mengikuti Pertemuan Menteri-menteri Ekonomi ASEAN (AEMM) ke-45 di Bandar Seri
Begawan, Brunei Darussalam, Rabu. Sebelumnya, dalam pernyataan bersama AEMM,
para menteri menyoroti hanya ada kemajuan kecil dalam menerapkan cetak biru
MEA. Bayu mengatakan, saat ini pencapaian cetak biru dari total negara-negara
ASEAN mencapai sekitar 80 persen, sementara itu Indonesia sudah mencapai 83
persen. "Artinya yang kita alami saat ini sudah 83 persen dari kondisi
nanti tahun 2015 saat MEA diterapkan," katanya.
Bayu mengatakan, kondisi aturan tarif dan arus barang saat ini sudah hampir sama dengan jika MEA diterapkan pada 2015. Bahkan untuk industri tekstil dan otomotif, katanya, para pengusaha mengatakan kondisi saat ini tidak akan berbeda jika MEA diterapkan pada 2015 karena aturan tarif dan arus berbeda akan sama saja. Namun, Bayu mengakui masih ada permasalahan di sektor jasa. "Banyak yang perlu dipersiapkan," katanya. Permasalahan dalam sektor jasa antara lain standarisasi, angkutan, jasa profesi, angkutan, dan logistik. Sementara jasa pembiayaan sudah tidak ada masalah. Dalam masalah jasa ini, kata Bayu, memang ada dinamika karena ada perbedaan di antara negara anggot ASEAN. "Ini tantangan bagi ASEAN. Kita berusaha keras selaikan perbedaan," katanya.
Oleh sebab itu, katanya, pelaksanaan MEA tidak akan mundur. Sebelumnya Mendag Gita Wirjawan yang hadir pada hari pertama AEM dan memimpin delegasi Indonesia mengatakan pada AEMM para Menteri Ekonomi ASEAN memastikan adanya upaya untuk medorong fasilitasi perdagangan, termasuk mengurangi hambatan-hambatan perdagangan yang selama ini menjadi kendala bagi pengusaha ASEAN. Ia mengatakan perdagangan barang intra-ASEAN harus terus ditingkatkan agar integrasi ASEAN benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh pengusaha Indonesia.
Bayu mengatakan, kondisi aturan tarif dan arus barang saat ini sudah hampir sama dengan jika MEA diterapkan pada 2015. Bahkan untuk industri tekstil dan otomotif, katanya, para pengusaha mengatakan kondisi saat ini tidak akan berbeda jika MEA diterapkan pada 2015 karena aturan tarif dan arus berbeda akan sama saja. Namun, Bayu mengakui masih ada permasalahan di sektor jasa. "Banyak yang perlu dipersiapkan," katanya. Permasalahan dalam sektor jasa antara lain standarisasi, angkutan, jasa profesi, angkutan, dan logistik. Sementara jasa pembiayaan sudah tidak ada masalah. Dalam masalah jasa ini, kata Bayu, memang ada dinamika karena ada perbedaan di antara negara anggot ASEAN. "Ini tantangan bagi ASEAN. Kita berusaha keras selaikan perbedaan," katanya.
Oleh sebab itu, katanya, pelaksanaan MEA tidak akan mundur. Sebelumnya Mendag Gita Wirjawan yang hadir pada hari pertama AEM dan memimpin delegasi Indonesia mengatakan pada AEMM para Menteri Ekonomi ASEAN memastikan adanya upaya untuk medorong fasilitasi perdagangan, termasuk mengurangi hambatan-hambatan perdagangan yang selama ini menjadi kendala bagi pengusaha ASEAN. Ia mengatakan perdagangan barang intra-ASEAN harus terus ditingkatkan agar integrasi ASEAN benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh pengusaha Indonesia.
Apakah Indonesia siap menghadapi Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA)? Pertanyaan itu selalu muncul meningat tenggatnya tinggal 2 tahun
lagi. Jawabannya coba dicari melalui Network Asean Forum yang digelar mulai
hari ini hingga Jumat (23/8/2013) di Singapura. Namun Menteri Keuangan Muhammad
Chatib Basri sudah punya jawaban untuk menghadapi Asean Economic Community
(AEC) itu . Ia bilang Indonesia harus menyiasati ini dengan cerdas.
Pemerintah tidak melakukan proteksi tetapi justru mendukung industrinya dengan
memberikan insentif fiskal. Misalnya, perusahaan yang melakukan R & D bisa
dapat double deduction. Penempatan R & D harus harus ada di
Indonesia mengingat pasarnya ada di Tanah Air. Ia memberi contoh soal Balai
Latihan Kerja (BLK) di mana mereka yang lulus dari sana harus di-training
lagi di perusahaan mengingat alat di BLK tidak cocok dengan perusahaan. Itulah
sebabnya Chatib meminta perusahaan yang melakukan training.
"Diberikan double deduction, jadi mereka nggak usah di-retrain."
Rencana Chatib itu dalam rangkaian mempersiapkan Indonesia tidak gagap
menghadapi MEA. Negara lain tentu punya cara sendiri untuk mempersiapkannya.
MEMBENTUK INTEGRASI
Yang jelas, pemerintah dan para pelaku bisnis di Asean terus melakukan komunikasi yang intens. Salah satunya dengan forum yang digelar oleh CIMB ASEAN Research Institute (CARI) di Singapura ini. Forum ini bertujuan untuk membentuk integrasi ekonomi Asean sesuai dengan target MEA pada 31 Desember 2015.Selama 30 tahun terakhir, Asean telah berkembang menjadi pemain utama di arena internasional. Namun, sebagian besar perusahaan belum memberikan rencana sesuai tujuan AEC. "Kurang dari 20% dari mereka yang memiliki rencana untuk AEC 2015." Itulah sebabnya forum ini perlu digelar yang fokus khusus pada mengidentifikasi hambatan dan rintangan yang menghambat perdagangan bebas dari enam sektor diperjuangkan dalam konteks AEC.Keenam sektor tersebut adalah penerbangan, kesehatan, infrastruktur, pasar modal, jasa keuangan dan telekomunikasi.
Hasil dari diskusi ini akan tercermin dalam rekomendasi kebijakan yang akan diajukan ke pemerintah dari 10 negara anggota Asean. Forum ini dihadiri lebih dari 200 delegasi dan peserta dari seluruh dunia termasuk pemimpin bisnis dan pengusaha, pembuat kebijakan, ekonom dan media. Dari Indonesia akan tampil Menteri Pariwisata, Kebudayaan dan Ekonomi Kreatif Mari Pangestu, Patrick Walujo (Northstar Group), Aloke Lohia (Indorama Ventures), Budi Sadikin (Bank Mandiri), Emirsyah Satar (Garuda Indonesia), dan Alexander Rusli (Indosat). Pembicara lainnya adalah dari Malaysia akan tampil Tony Fernandes (Air Asia), Nazir Razak (CIMB), dan Azman Mokhtar dari Khazanah Nasional. Sementara itu, dari Thailand akan tampil Chartsiri Sophonpanich (Bangkok Bank).
BEBAS BARANG
Salah satu pilar utama MEA adalah aliran bebas barang, yaitu pada 2015 perdagangan barang di kawasan Asean dilakukan secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun nontarif. MEA menerapkan skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang sebelumnya sudah diterapkan saat Asean Free Trade Area (AFTA), yaitu penurunan tarif dilakukan secara bertahap untuk jenis barang tertentu yang dilakukan dalam rentang waktu yang telah disepakati bersama. Adapun liberalisasi sektor jasa, dalam cetak biru MEA 2015 bertujuan menghilangkan hambatan penyediaan jasa oleh pemasok ataupun pendirian perusahaan jasa baru lintas negara di kawasan Asean. Liberalisasi tersebut dilakukan melalui mekanisme perundingan Asean Framework Agreement on Services (AFAS). Bila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai ancaman daripada peluang. Berdasarkan data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2011, kualitas SDM Indonesia masih berada di peringkat 121, dari 187 negara. Adapun, Singapura berada di peringkat 18, Brunei Darussalam peringkat 30 dan Filipina berada di peringkat 114.
PENGALAMAN BURUK
MEMBENTUK INTEGRASI
Yang jelas, pemerintah dan para pelaku bisnis di Asean terus melakukan komunikasi yang intens. Salah satunya dengan forum yang digelar oleh CIMB ASEAN Research Institute (CARI) di Singapura ini. Forum ini bertujuan untuk membentuk integrasi ekonomi Asean sesuai dengan target MEA pada 31 Desember 2015.Selama 30 tahun terakhir, Asean telah berkembang menjadi pemain utama di arena internasional. Namun, sebagian besar perusahaan belum memberikan rencana sesuai tujuan AEC. "Kurang dari 20% dari mereka yang memiliki rencana untuk AEC 2015." Itulah sebabnya forum ini perlu digelar yang fokus khusus pada mengidentifikasi hambatan dan rintangan yang menghambat perdagangan bebas dari enam sektor diperjuangkan dalam konteks AEC.Keenam sektor tersebut adalah penerbangan, kesehatan, infrastruktur, pasar modal, jasa keuangan dan telekomunikasi.
Hasil dari diskusi ini akan tercermin dalam rekomendasi kebijakan yang akan diajukan ke pemerintah dari 10 negara anggota Asean. Forum ini dihadiri lebih dari 200 delegasi dan peserta dari seluruh dunia termasuk pemimpin bisnis dan pengusaha, pembuat kebijakan, ekonom dan media. Dari Indonesia akan tampil Menteri Pariwisata, Kebudayaan dan Ekonomi Kreatif Mari Pangestu, Patrick Walujo (Northstar Group), Aloke Lohia (Indorama Ventures), Budi Sadikin (Bank Mandiri), Emirsyah Satar (Garuda Indonesia), dan Alexander Rusli (Indosat). Pembicara lainnya adalah dari Malaysia akan tampil Tony Fernandes (Air Asia), Nazir Razak (CIMB), dan Azman Mokhtar dari Khazanah Nasional. Sementara itu, dari Thailand akan tampil Chartsiri Sophonpanich (Bangkok Bank).
BEBAS BARANG
Salah satu pilar utama MEA adalah aliran bebas barang, yaitu pada 2015 perdagangan barang di kawasan Asean dilakukan secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun nontarif. MEA menerapkan skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang sebelumnya sudah diterapkan saat Asean Free Trade Area (AFTA), yaitu penurunan tarif dilakukan secara bertahap untuk jenis barang tertentu yang dilakukan dalam rentang waktu yang telah disepakati bersama. Adapun liberalisasi sektor jasa, dalam cetak biru MEA 2015 bertujuan menghilangkan hambatan penyediaan jasa oleh pemasok ataupun pendirian perusahaan jasa baru lintas negara di kawasan Asean. Liberalisasi tersebut dilakukan melalui mekanisme perundingan Asean Framework Agreement on Services (AFAS). Bila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai ancaman daripada peluang. Berdasarkan data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2011, kualitas SDM Indonesia masih berada di peringkat 121, dari 187 negara. Adapun, Singapura berada di peringkat 18, Brunei Darussalam peringkat 30 dan Filipina berada di peringkat 114.
PENGALAMAN BURUK