Hak Kekayaam Intelektual (HKI)
A. PENGERTIAN
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan
padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata “intelektual”
tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya
pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO,
1988:3).
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah
hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok
orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten
Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda
(Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan
hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi,
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebagainya yang
tidak mempunyai bentuk tertentu.
B.
Sistem HKI
Sistem HKI merupakan hak privat (private
rights). Disinilah
ciri khas HKI. Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftar karya
intelektual atau tidak. Hak eksklusif yang diberikan negara kepada individu
pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain, dan sebagainya) tidak lain dimaksud
sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas)nya dan agar orang lain
terangsang untuk lebih lanjut mengembangkan lagi, sehingga dengan sistem HKI
tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Di samping
itu, sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas bentuk
kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkan teknologi atau hasil karya
lain yang sama dapat dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik
tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan dengan maksimal untuk
keperluan hidup atau mengembangkan lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah
yang lebih tinggi lagi.
Sampai mana sebuah penemuan
atau sebuah merk/brand harus memiliki kekayaan Intelektual?
1. Merek dagang adalah merek yang
digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang
sejenis lainnya.
2. Merek jasa adalah merek yang
digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya.
3. Merek kolektif
adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang
sama yang dengan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara
bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Pemakaian merek berfungsi
sebagai:
1. Tanda
pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi
orang lain atau badan
hukum lainnya;
2. Sebagian
alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan
menyebut mereknya;
3. Sebagai
jaminan atas mutu barangnya;
4. Menunjukkan
asal barang/jasa dihasilkan.
Fungsi Pendaftaran Merk :
1. Sebagai
alat bukti sebagai pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan;
2. Sebagai
dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya
yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenisnya;
3. Sebagai
dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan
atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk
barang/jasa sejenisnya.
Pemohon :
Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan yaitu:
Orang/Perorangan
Perkumpulan
Badan Hukum (CV, Firma, Perseroan)
Diatas adalah alas an kenapa kita harus menaftarkan dan memiliki HAKI karena
beberapa fungsi diatas agar produk atau brand yang kita miliki tidak sama atau
tidak di copy oleh orang lain.
Merk yang Tidak dapat
Terdaftar:
Merek tidak dapat didaftarkan karena merek tersebut:
1. Didaftarkan oleh
pemohon yang bertikad tidak baik;
2. Bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan,
atau ketertiban umum;
3. Tidak memiliki
daya pembeda;
4. Telah
menjadi milik umum; atau
5. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan
barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UUM)
UUD tentang HAKI:
C. Prosedur Pendaftaran Merk
Permohonan Pendaftaran Merek
1. Permohonan pendaftaran
merek diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan untuk
itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat);
2. Pemohon wajib melampirkan:
a. surat pernyataan di atas kertas
bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pemohon (bukan kuasanya), yang
menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah miliknya;
b. surat kuasa khusus, apabila permohonan
pendaftaran diajukan melalui kuasa;
c. salinan resmi akte pendirian
badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisir oleh notaris,
apabila pemohon badan hukum;
d. 24 lembar etiket merek (4 lembar
dilekatkan pada formulir) yang dicetak di atas kertas;
e. bukti prioritas asli dan
terjemahannya dalam bahasa Indonesia, apabila permohonan diajukan
menggunakan hak prioritas;
f. fotokopi kartu tanda
penduduk pemohon;
g. bukti pembayaran biaya permohonan.
Jika
melanggar HAKI :
Hak cipta merupakan salah satu objek yang dilindungi oleh Hak kekayaan
intelektual, berdasarkan Undang- Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Undang- undang mengatur mengenai pelanggaran atas hak cipta. Di dalam UU No. 19
Tahun 2002 ditegaskan bahwa suatu perbuatan dianggap pelanggaran hak cipta jika
melakukan pelanggaran terhadap hak eksklusif yang merupakan hak Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak dan untuk memberikan
izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak,
atau menyiarkan karya ciptanya. Sehingga berdasarkan ketentuan undang- undang
ini, maka pihak yang melanggar dapat digugat secara keperdataan ke pengadilan
niaga. Hal ini sebagaimana dibunyikan pada ketentuan Pasal 56 ayat (1), (2),
dan (3) sebagai berikut:
• Pemegang Hak Cipta berhak
mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak
Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil
Perbanyakan Ciptaan itu.
• Pemegang Hak Cipta juga berhak
memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau
sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan
ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak
Cipta.
• Sebelum menjatuhkan putusan akhir
dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar,
hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman
dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak
Cipta.
Sementara itu dari sisi pidana pihak yang melakukan pelanggaran hak cipta dapat
dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda. Maksimal
pidana penjara selama 7 tahun dan minimal 2 tahun, sedangkan pidana dendanya
maksimal Rp. 5 miliar rupiah dan minimal Rp. 150 juta rupiah.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar